Total Tayangan Halaman

This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Kamis, 17 Desember 2015

5 Destinasi Sejarah dan Kebudayaan di Yogyakarta (bagian I)

  1.       CANDI IJO



 a.      SEJARAH
Candi ijo terletak di Dukuh Groyokan, Desa Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Pemberian nama lokasi candi ialah berdasarkan letak candi yang ditemukan di perbukitan Ijo. Sebutan ijo ialah  berarti hijau yang pertama kalinya ada dalam prasasti Poh yang berasal dari tahun 906 Masehi. Disebutkan bahwa dalam prasasti tersebut ada seseorang yang berasal dari desa ijo yang menghadiri upacara keagamaan. Bunyinya sebagai berikut: “Anak wanua i Luang hijo i “. Candi berlatar agam hindu ini diperkirakan dibangun antara abad ke-10 sampai dengan ke-11.


b.      LOKASI
Candi ini berada di lereng barat sebuah bukit yang jauh dari keramaian di kawasan barat Yogyakarta, di selatan situs ratu baka. Dataran kompleks candi ini luasnya sekitar 0,8 hektar, namun diperkirakan sesungguhnya kompleks candi ijo jauh lebih luas dari lahan yang sudah dibebaskan oleh pemerintah tersebut. Dugaan itu didasarkan pada kenyataan bahwa ketika lereng bukit candi ijo di sebelah timur dan utara ditambang oleh penduduk, masih banyak ditemukan artefak yang mempunyai kaitan dengan candi. Untuk mencapai candi ini, pengunjung dapat menggunakan kendaraan berupa motor atau mobil. Akses dari kota Yogyakarta juga cukup mudah, apabila dari pusat kota ambil jalan ke timur arah Jalan solo kemudian lurus terus sampai pertigaan Candi Prambanan. Lalu belok kanan menuju arah Piyungan, lurus saja kemudian ambil jalan menuju Dukuh Groyokan, Desa Sambirejo. Jalan menuju Candi Ijo cukup menanjak, pastikan kendaraan anda pada kondisi prima jika ingin berkunjung ke candi ini. 

c.       ARSITEKTUR








Kompleks candi ijo terdiri dari beberapa kelompok candi induk, candi pengapit, dan candi perwara. Candi induk menghadap ke barat, dihadapannya berjajar 3 candi yang lebih kecil ukurannya yang diduga dibangun untuk memuja brahma, wisnu, dan syiwa. Bangunan candi induk berdiri di atas kaki candi yang berdenah dasar persegi empat. Pintu masuk ke ruang dalam tubuh candi terletak di pertengahan dinding sisi barat, diapit 2 buah jendela palsu. Di atas ambang pintu terdapat hiasan kepala kala bersusun. Sebagaimana yang terdapat di candi-candi lai di jawa tengah dan yogyakarta, kedua kepala kala tersebut tidak dilengkapi dengan rahang bawah. Di atas ambang jendela palsu juga dihiasi dengan pahatan kepala kala bersusun. Ambang pintu dibingkai dengan tubuh sepasang naga yang menjulur ke bawah dengan kepala membelakangi ambang pintu dan mulut yang menganga lebar. Di dalam mulut masing-masing naga terdapat burung kakatua kecil. Jendela-jendela palsu ada di bagian luar dinding utara, timur, selatan, yaitu 3 buah pada masing-masing sisi. Ambang jendela juga dibingkai denga hiasan sepasang naga dan kepala kala seperti yang terdapat di jendela palsu yang mengapit pintu. Untuk mencapai pintu yang terletak sekitar 120 cm dari permukaan tanah dibuat tangga yang dilengkapi dengan pipi tangga berbentuk sepasang makara. Kepala makara menjulur ke bawah dengan mulut menganga. Kompleks Candi Ijo adalah kompleks percandian yang berteras-teras dan semakin meninggi pada sisi Timur dengan bagian pusat candi. Pola candi semacam ini berbeda dengan pola-pola candi yang ada di dataran prambanan. Kebanyakan kompleks percandian memusat ke tengah misalnya candi Prambanan atau juga candi Sewu. Hal ini didasari oleh konsep penataan ruang yang bersifat kosmis dengan pusat berupa puncak gunung sebagai tempat tinggal para Dewa.


d.      TIKET
Untuk memasuki Candi Ijo saat ini belum dikenakan biaya masuk, pengunjung hanya perlu mengisi buku tamu di pos penjagaan candi. Selain itu, pengunjung hanya dikenai biaya untuk parkir kendaraan (motor Rp 2.000,- & mobil Rp 5.000,-) . Lokasi parkir kendaraan di Candi Ijo berada di sebelah selatan candi.

e.      SUMBER


 2.      CANDI BARONG






a.      SEJARAH

Candi barong merupakan candi peninggalan agama Hindu yang terletak di Dusun Candisari, Bokoharjo, Prambanan. Disebut Candi Barong karena terdapat hiasan kala di relung tubuh candi yang tampak seperti Barong. Keberadaan Candi Barong yang juga bernama Candi Sari Suragedug disebutkan dalam Prasasti Ratu Baka (856 M) dalam bahasa Sansekerta dan ditulis menggunakan huruf Jawa kuno. Dalam prasasti tersebut diceritakan tentang seorang raja bernama Sri Kumbaja atau Sri Kalasodbhava yang membangun tiga 'lingga', yaitu Krttiwasalingga dengan pendamping Dewi Sri, Triyarbakalingga dengan pendamping Dewi Suralaksmi, dan Haralingga dengan pendamping Dewi Mahalaksmi. Diperkirakan bangunan yang dimaksud adalah Candi Barong. Dalam Prasasti Pereng (863 M), yang juga ditulis dalam bahasa Sansekerta dengan menggunakan huruf Jawa kuno, disebutkan bahwa pada tahun 784 Saka (860 M) Rakai Walaing Pu Kumbhayoni menganugerahkan sawah dan dua bukit di Tamwahurang untuk keperluan pemeliharaan bangunan suci Syiwa bernama Bhadraloka. Para ahli berpendapat bahwa Sri Kumbaja atau Sri Kalasodbhava adalah Pu Kumbhayani dan bangunan Syiwa yang dimaksud adalah Candi Barong.

b.      LOKASI
Candi Barong berada di atas Bukit Batur Agung, di tenggara Keraton Ratu Boko. Tepatnya berada di Dusun Candisari, Bokoharjo, Prambanan, Sleman. Untuk mencapai candi ini, pengunjung dapat menggunakan kendaraan berupa motor atau mobil. Tetapi pengunjung lebih disarankan untuk memakai motor karena lebih fleksibel untuk dapat mencapai candi. Akses dari kota Yogyakarta juga cukup mudah, apabila dari pusat kota ambil jalan ke timur arah Jalan solo kemudian lurus terus sampai pertigaan Candi Prambanan. Lalu belok kanan menuju arah Piyungan, lurus saja kemudian ambil jalan menuju Dusun Candisari, Bokoharjo atau restoran Abhayagiri. Ikuti jalan sampai menemukan petunjuk jalan arah Candi Barong, kemudin belok kiri dan ikuti jalan sampai Candi Barong.

c.       ARSITEKTUR



Berbeda dengan candi-candi lainnya di Jawa Tengah, Candi Barong merupakan bangunan punden berundak, yaitu model bangunan suci pada masa prahindu. Candi ini terdiri atas teras bersusun tiga, makin ke atas main sempit. Luas teras pertama adalah 90 x 63 m2, sedangkan teras kedua adalah 50 x 50 m2. Dilihat dari letak tangga naik dari teras ke terasnya, candi Hindu ini menghadap ke barat. Di pertengahan sisi barat terdapat tangga naik dari teras pertama ke teras kedua setinggi sekitar 4 m dengan lebar 3 m. Teras ketiga, yang berukuran 25 x 38 m2, terletak 5 m dari permukaan teras kedua, dan dapat dicapai melalui tangga selebar 3,2 m. Tangga tersebut dilengkapi dengan pipi tangga di kiri-kanannya. Di pangkal tangga terdapat hiasan menyerupai 'ukel' yang sudah tidak jelas bentuknya. Di kiri dan kanan dinding pipi tangga terdapat hiasan berupa daun kalpataru yang sebagian sudah rusak. Di puncak tangga terdapat gerbang beratap (gapura paduraksa) menuju ke pelataran teras ketiga. Di atas ambang gapura terdapat hiasan Kalamakara. Dinding teras diberi penguat berupa susunan balok batu andesit yang diperhalus dengan lapisan batu putih di permukaannya. Dinding teras candi, dari teras terbawah sampai yang teratas, terlihat polos tanpa hiasan. Mendekati ujung selatan dinding barat teras ketiga terdapat ceruk yang belum jelas fungsinya. Pelataran teras teratas, yang dianggap sebagai tempat yang tersuci terdapat dua bangunan berjajar arah utara-selatan, masing-masing mempunyai luas dasar 8 x 8 m2. Bangunan pertama terletak di ujung selatan, sedangkan yang kedua terletak di tengah pelataran, tepat berhadapan dengan tangga. Kedua bangunan yang ada tidak mempunyai mempunyai pintu masuk ke tubuh candi, karena tidak terdapat ruangan di dalamnya. Pada keempat sisi masing-masing bangunan terdapat relung tempat menaruh arca. Di atas ambang relung terdapat hiasan kalamakara lengkap dengan rahang bawah yang sangat sederhana pahatannya. Tidak terdapat hiasan relief pada dinding dan kaki bangunan, hanya ada pahatan berpola dedaunan dan sosok manusia yang sederhana. Atap candi bersusun dengan puncak runcing. Pelipit atap berpola bunga dan kumuda.

d.      TIKET
Untuk memasuki Candi Barong saat ini belum dikenakan biaya masuk, pengunjung hanya perlu mengisi buku tamu di pos penjagaan candi. Selain itu, pengunjung hanya dikenai biaya untuk parkir kendaraan (motor Rp 2.000,- & mobil Rp 5.000,-) . Lokasi parkir kendaraan di Candi Barong berada di sebelah utara candi.

e.      SUMBER



3.      BEKAKAK



a.      SEJARAH


Sekitar tahun 1755 Sri Sultan Hamengku Buwono I yang pada masa itu masih bergelar Pangeran Mangkubumi sedang membangun Keraton yang saat ini berada di kotamadya, sambil mengawasi pembangunan keraton, Pangeran Mangkubumi tinggal di pesanggrahan yang berada di Ambarketawang bersama abdinya yang setia yakni Kyai Wirasuta yang disebut juga dhalem kinasih yang artinya abdi yang dikasihi. Daerah gunung Gamping sendiri adalah pegunungan batu kapur yang dimanfaatkan masyarakat sekitar sebagai mata pencaharian pengumpul batu kapur. Setelah pembangunan keraton selesai, Pangeran Mangkubumi beserta abdi dhalem hendak kembali ke keraton, namun Kyai Wirasuta beserta istrinya memilih tetap tinggal di pesanggarahan tersebut. Akhirnya Pangeran Mangkubumi pun pindah ke keraton dan bergelar Sri Sultan Hamengku Buwono I. Malapetaka tak diduga terjadi, pada hari Jumat Kliwon di bulan Sapar, Gunung Gamping tempat tinggal sang abdi dhalem kinasih runtuh dan menewaskan kedua abdi dhalem tersebut. Kabar runtuhnya Gunung Gamping sampai ke telinga Sri Sultan yang kemudian memerintahkan para prajuritnya menggali reruntuhan dan mencari jasad abdi dhalemnya. Namun keanehan terjadi, ketika seluruh longsoran berhasil di singkirkan, jasad kedua abdi dhalem tak ditemukan. Masyarakat setempat meyakini Kyai dan Nyai Wirasuta muksa atau menghilang dan masih menempati Gunung Gamping hingga saat ini. Seiring berjalannya waktu, masyarakat Ambarketawang diresahkan dengan terjadinya musibah yang serupa setiap bulan Sapar dimana para pekerja tertimbun runtuhan gunung. Menanggapi keresahan masyarkat, Sri Sultan menitahkan untuk mengadakan upacara ritual setiap bulan Sapar dengan menyembelih sepasang pengantin Bekakak di pesanggrahan Gunung Gamping untuk menolak bala dan menjauhkan masyarakat dari musibah. Sepasang pengantin Bekakak ini terbuat dari tepung ketan yang dibuat menyerupai manusia dan didandani seperti pengantin lengkap dengan sesaji yang ditempatkan pada sebuah keranda yang dihiasi berbagai macam bunga maupun dedaunan. Didalam sepasang pengantin Bekakak berisi air gula jawa atau juruh yang diumpamakan darah, sehingga ketika pengantin Bekakak di sembelih, seolah-olah mengeluarkan darah.

b.      LOKASI

Bekakak merupakan upacara adat yang berasal dari wilayah Ambarketawang, Gamping, Sleman, Yogyakarta. Jika ingin datang ke daerah Ambarketawang untuk melihat upacara Bekakak, pengunjung dapat menggunakan kendaraan berupa motor atau mobil. Akses dari kota Yogyakarta juga cukup mudah, apabila dari pusat kota ambil jalan ke Barat menuju Jalan Wates. Apabila sudah sampai Pasar Gamping, lihat petunjuk Jalan menuju daerah Ambarketawang. Upacara adat ini biasanya dilakukan dengan mengelilingi wilayah Ambarketawang dan berakhir di Pesanggrahan Gunung Gamping.


c.       ISI


Ritual upacara Bekakak adalah sebuah ritual budaya Jawa asli yang bertujuan mengenang kesetiaan salah satu abdi dalem kesayangan Sri Sultan Hamengku Buwono I bernama Kyai Wirasuta dan Nyai Wirasuta. Biasanya Saparan Bekakak ini dilakukan pada siang hingga sore hari. Pembuatan boneka Bekakak dilakukan secara bergilir dari masing-masing dusun. Sebelum dibawa ke pesanggrahan, Bekakak ini diarak mengelilingi wilayah Ambarketawang disertai kirab budaya yang ikut meramaikan ritual adat tahunan ini, diantaranya parade Bregodo atau barisan prajurit, kesenian Jathilan, Reog Ponorogo, Gunungan yang berisi sayuran dan buah-buahan serta boneka Ogoh-ogoh yang berukuran sangat besar menyerupai raksasa. Setelah dibawa berkeliling, boneka Bekakak dibawa ke pesanggrahan Gunung Gamping. Disana satu persatu sang pengantin dikeluarkan dan disembelih oleh pemerintah setempat. Sesudah upacara penyembelihan selesai, boneka bekakak dibagikan kepada pengunjung. Dalam ritual adat ini, pemerintah menghimbau masyarakat untuk tidak menyangkutkan dengan kepercayaan atau agama apapun karena tujuan diadakannya acara Bekakak ini untuk memelihara seni tradisi agar tak punah oleh zaman. Tujuan utama dari perayaan ini adalah mengenang kesetiaan sang abdi dhalem yaitu Kyai dan Nyai Wirasuta. Sekarang kawasan Gunung Gamping dijadikan sebagai kawasan cagar alam, dimana gunung gamping yang dulunya sangat luas sekarang hanya tersisa sebongkah bukit kecil. Lokasi ini dilindungi oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Yogyakarta, karena batu gamping yang tersisa adalah jenis batuan Eosin yang berusia lebih dari 50 juta tahun yang lalu.


d.      SUMBER



Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites